Sabtu, 31 Mei 2014
Naik Kereta Api, Tutt tutt tutt..
Bukan lagu dari judul di atas yang menemani perjalan saya selama di Jepang. Lebih banyak lagu-lagu dari Payung Teduh, White Shoes and The Couple Company ataupun King of Convenience yang bersenandung syahdu dari MP3 player saya saat melintasi rel-rel kereta di sana. Yah, kereta adalah transportasi paling efektif yang bisa digunakan untuk keliling Jepang. Meskipun tidak bisa dibilang paling murah. Tetapi sebagai turis, kita ditawarkan paket transportasi yang cukup hemat di kantong seperti JR Pass ataupun One-day Pass.
Pembelian tiket dilakukan di vending machine! itu yang saya pelajari di hari pertama di Jepang. Dengan minimnya penduduk jepang yang mengerti bahasa inggris, saya tetap berusaha bertanya dengan menunjukkan gambar one-day pass dari sebuah map guide yang saya ambil di bandara Haneda. Sepertinya penjaga pintu stasiun mengerti apa yang saya tanyakan. Ah, bahasa universal, kalau kata Paulo Coelho. Saya ikuti petuntuk dari si penjaga pintu stasiun. Hanya ada satu jalur disana atau lebih tampak seperti lorong. Setelah berjalan sekitar 100m, saya tetap tidak menemukan loket yang kemungkinan menjual tiket alih-alih malah sudah di pinggir jalan besar. Brrr, udara dingin mulai terasa. Oh, inikah udara musim semi itu, benak saya. ya, ini adalah perjalanan pertama saya ke wilayah dengan 4 musim. Di luar pun kami tidak menemukan loket yang kami cari. Ah iya, trip ke Jepang ini saya ditemani kawan saya, Mela. Terpaksa kami harus bertemu dengan pejaga pintu stasiun sebelumnya. Melihat saya kembali, tampak si penjaga loket mengerti. Beberapa detik kemudian, si penjaga pintu stasiun keluar dari biliknya menuntun saya ke vending machine di sebelah biliknya. Aha! ternyata beli tiketnya di vending machine dan yang ditunjuk oleh penjaga pintu stasiun adalah vending machine bukan arah ke loket pejualan tiket. Ingin rasanya tertawa saat itu juga. Dia melihat map guide di tangan saya, memastikan tiket mana yang saya request. Meminta saya memasukkan beberapa yen ke dalam vending machine sesuai dengan permintaan di layar. Dua kartu pun kelur dari vending machine dengan tulisan kanji yang saya tidak mengerti sama sekali. Tapi saya percaya itu adalah one day pass untuk kereta Tokyo Metro dan Toei Subway yang saya request. Pagi itu saya mengerti bahwa pembelian tiket bisa dilakukan di vending machine yang berada di setiap stasiun dan setiap setasiun tidak selalu memiliki loket penjualan tiket.
Membaca blog, travel adviser ataupun beberapa post di forum, hampir semuanya menyarankan membeli JR Pass. Ah, tetapi itu terlalu mahal buat saya. JPY 28.300 atau setara dengan IDR 3.170.000 hanya untuk transportasi selama seminggu. Toh, dari itinerari yang saya buat, saya tidak akan banyak pergi ke banyak tempat. Saya hanya ingin menikmati kota besar di Jepang, Tokyo dan Kyoto, dengan semua kebudayaannya, melihat bagaimana mereka beraktivitas, berkawan, menikamti waktu sorenya ataupun menghabiskan setiap malamnya. Mendekati hari keberangkata, info cuaca di Jepang sangat tidak menentu, salju yang turun terlambat tahun ini bisa membuat sakura-sakura disana terlambat bersemi. Akhirnya kami memutuskan untuk membeli JR Pass untuk mengantisipasi kalau kami tidak mendapatkan cherry bloossom di Tokyo ataupun Kyoto kami masih bisa melakukan perjalanan sampai ke Kyushu. Ya, ini tujuan utama saya ke Jepang. Bisa melihat Sakura menjadi alasan saya membeli tiket CGK-HND. Pada akhirnya saya tidak menyesal sama sekali memberi JR Pass. Bukan karena tidak melihat sakura di Tokyo melainkan dengan menggunakan JR Pass ini saya bisa nemikmati snowfall pertama saya. JR Pass ini memang sebenernya hemat, semua penduduk Jepang mungkin ingin membeli Pass ini jika bisa. Tetapi JR Pass hanya digunakan untuk foreign dengan visa kunjungan sementara ke Jepang. Pembeliannya pun cukup rumit. Pembelian bisa dilakukan pada agen yang telah ditunjuk di masing-masing negara. Tidak ada penjualan JR Pass setelah tiba di Jepang. Saat itu saya membeli di Jalan-Tour yang kantornya di Wisma Kaei daerah Sudirman. Saat pembeliannya pun harus menunjukkan visa. Oleh karena itu, saya tidak percaya jika JR Pass ini dijual bebas secara online. Setelah sampai di Jepang, bukti pembelian JR Pass ini hanya bisa ditukar di loket tertentu pada stasiun tertentu. Rumitnya mendapatkan JR Pass terbayar dengan akses yang diberikan oleh tiket ini.
Siapa yang tidak kenal Shinkansen. Kereta tercepat di Jepang. Kecepata maksimalnya bisa mencapai 320km/jam. Misalkan Jakarta-Surabaya bisa ditempuh dalam waktu 2,5 jam. Kereta ini hampir ada tiap 5 menit untuk rute Tokyo-Osaka misalkan. Jadi sangat mudah keliling Jepang dengan kereta ini. Tapi sayang tidak semua shinkansen berlaku JR Pass. Saran saya jika menggunakan JR Pass ambil timetable shinkansen (ada di setiap stasiun shinkansen), cari mana shinkansen yang dicover kemudian sesuaikan dengan itinerary. Pertama kali naik shinkansen, kami langsung masuk saja ke kereta paling awal dari waktu kita tiba di stasiun dengan jurusan Tokyo-Kyoto. Setelah benjuang mendapatkan tempat duduk, saya membayangkan tinggal tidur nyenyak sampai Kyoto. Ketika pemeriksaan tiket, petugas bilang ke kami bahwa kereta ini tidak dicover oleh JR Pass. Kami disuruh turuh di stasiun Hikari. Itu yang saya pahami dari petugas dengan bahasa universal tentunya. Dia tidak bisa bahsa Inggris dan saya tidak bisa bahasa Jepang. Sambil menunggu sampai stasiun Hikari kereta sempat berhenti di stasiun Shinagawa. Petugas tiket pun kembali berkeliling dan terlihat kesal mendapati kami masih duduk manis. Kemudian dia memberikan timetable kepada saya. Saya baru mengetahui bahwa Hikari bukan nama stasiun melainkan nama kereta shinkansen. Hahaha, kamipun menertawakan kebodohan kami sendiri. Akhirnya, kami berhenti di stasiun selanjutnya, pindah ke kereta Hikari dan harus menunggu setengah jam untuk akhirnya mendapatkan tempat duduk. Ah iya, kereta shinkansen ini (ataupun kereta-kereta lain antar kota) ada gerbong reserved dan non-reserved. Di gerbong non reserved, dalam mendapatkan tempat duduk berlaku hukum siapa cepat dia dapat. Dan kami selalu berjuang di gerbong ini karena itinerary kami yang sangat-sangat flexibel.
Kereta paling menarik bagi saya selama di Jepang adalah Fujikyu Railway. Rute yang ditempuh kereta ini adalah Otsuki-Kawaguchi Ko. Kereta ini hanya terdiri dari dua gerbong dengan interior seperti sebuah cafe. Kereta ini memang diperuntukkan untuk kereta wisata dengan pemandu wisatanya. Ah, wajahnya masih terngiang di ingatan saya, cantik, sangat khas jepang, murah senyum dan ramah. Perjalanan satu jam kami ditemani si pemandu wisata yang menjelaskan mengenai lanskap pedesaan beserta masayarakatnya. Itupun menurut asumsi saya, karena semua woro-woronya dalam bahasa Jepang. Sayapun hanya bisa memperhatikan dia berbicara. Ah, gerak geriknya sungguh menyita perhatian saya. Tak lupa si pemandu wisata ini dengan sangat antusias menunjukkan posisi akan terlihatnya gunung Fuji, apakah itu di kanan atau kiri kereta. Di beberapa stasiun kami berhenti selama 5 menit, diperbolehkan keluar kereta untuk mengabadikan suasana pedesaan di sana.
Yang paling menarik yang diberikan oleh kereta-kereta di Jepang adalah pemandangannya, terutama untuk kereta antar kota. Saya bisa melihat atap-atap rumah yang tiba-tiba terlihat sakura bermekaran di sudut gang nya. Lapangan-lapangan tempat bermain bola atau mungkin dipakai mereka untuk bermain softball seperti di komik-komik. Yah, dari bilik jendela kereta saya bisa melihat apa yang biasa saya bayangkan di komik, novel tentang samurai ataupun tontonan masa kecil saya. Orang-orang bermain di pinggir sungai yang luas, kebun-kebun yang luas sampai pegunungan-pegunungan dengan hutan dan sakura liarnya. Ah, naik kereta di Jepang memang sangat menyenangkan. Sebuah trip tersendiri, tidak ingin rasanya cepat-cepat sampai di tujuan. Lagu Cerita Tentang Gunung dan Laut dari Payung Teduh pun mengalun sendu..
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar