Minggu, 17 Juli 2016

Roadtrip Suisse


Beberapa waktu yang lalu saya sempat membuat posting di salah satu group facebook mengenai roadtrip di Swiss dan responnya cukup banyak. Banyak yang meminta detail itinerary maupun tips dalam merencanakan perjalanan tersebut. Ah, kebiasaan males, baru sebulan kemudian saya mencoba untuk menulisnya. Jadi, ini tulisan terbaru saya setelah dua tahun tidak ngeblog. Hehe..
Pertama-tama, ini postingan saya:

Saya mau sharing pengalaman roadtrip saya bulan Mei  kemarin. Saya dan 3 temen saya, Elvin-Ines-Yossy, berkesempatan mengunjungi Switzerland yang terkenal dengan pegunungan Alpen nya. Dalam liburan kemaren kami pake konsep roadtrip. Ini sebenernya cara menghemat kami karena transportasi umum di Swiss cukup mahal. Alhasil banyak sekali pemandangan menarik yang berhasil kami abadikan yang biasanya hanya kami lihat di film-film. 
Ternyata mengunjungi Swiss tidak terlalu mahal jika.
1) Share trip,
2) Membawa mobil sendiri,
3) Penginapan menggunakan AirBNB dan
4) Masak sendiri.

Nah, kali ini saya mau cerita bagaimana kami membawa mobil sendiri keliling Swiss.

Pertanyaan yang sering muncul dalam postingan saya:

Apakah perlu SIM Internasional menyetir di Swiss?
  • Saya dan Elvin sebagai driver tidak mempunyai SIM Internasional, cukup SIM A saja.

Berapa biaya sewa mobil perharinya?
  •  Biaya sewa mobil disana tidak dihitung perhari. Hitungannya paket, semakin lama kami sewa mobil, semakin murah. Misal : biaya sewa 3 hari tidak jauh beda dengan biaya 2 hari. Kami waktu itu habis 8 juta untuk 7 hari sudah termasuk asuransi dan 2 driver yang di daftarkan.

Buat kami , roadtrip ini menjadi keharusan dari trip ini. Saya sendiri sudah pernah ke Eropa, jadi akan membosankan buat saya jika harus mengunjungi kota ke kota. Nyombong dikit, haha.. Yahh, bagi saya banyak kota-kota di Eropa daratan yang template-nya sama J. Begitu teman saya mengusulkan roadtrip ini, tanpa pikir panjang saya mengiyakan, meskipun sempat menyesal setelah membeli tiket (karena tabungan minimalis) tetapi sangat mensyukurinya saat meninggalkan Swiss (ngutang, ngutang dah).

Senin, 30 Juni 2014

Taman-taman Sakura

Burung-burung gereja ikut serta menikmati sakura
Hanami. Istilah itu mulai saya kenal saat browsing mengenai cherry blossom atau sakura blossom. Saya pikir hanami adalah istilah dalam bahasa jepang untuk sakura blossom. Sampai saya tiba di jepang saya baru mengerti hanami adalah kegiatan menikmati sakura dengan berkumpul-kumpul disekitar pohon sakura. Ah ini juga saya tahu dari teman saya, Mela. Banyak sekali acara yang bisa dilakukan dengan berkumpul bersama keluarga, kolega kerja ataupun kawan-kawan sepermainan. Ada yang berkumpul untuk minum teh, makan-makan, reunian, acara sekolah atau hanya sekedar mengobrol menghabiskan waktu sorenya. 

Karena hanami ini erat hubungannya dengan sakura blossom, maka tradisi ini hanya dilakukan pada awal musim semi antara akhir maret sampai awal mei. Jika di Tokyo, hanami lebih sering terlihat di taman-taman umum seperti Ueno park, Shinjuku Gyoen, Yoyogi park atau Sumida park. Di beberapa tempat, pohon sakura dipercantik dengan memberikan lampu-lampu penerang saat malam hari yang biasa disebut yozakura atau "night sakura"
Hanami di Shinjuku Gyoen

Minggu, 29 Juni 2014

Milky Way


Milky way di pagi hari
Sudah ratusan kali saya memotret langit, selalu terkagum-kagum dengan apa yang mampu diberikannya. Langit yang sama bisa menghasilkan perasaan yang berbeda. Suasana hati bisa menjadi begitu menyenangkan dengan hanya melihat senja mulai memerah. Atau hati bisa menjadi sendu karena  sang surya tak kunjung menampakkan kehangatannya. Ataupun senyuman bisa berkembang saat langin menampilkan kemolekan rembulan.

Awal bulan Mei kemaarin saya mendapatkan sebuah potret milkyway dari D90 saya. Ini baru pertama kali saya bisa mengabadikannya. Betapa senangnya bisa menikmati tarian ribuan bintang tanpa diganggu oleh kemolekan rembulan. Ah, kadang seperti inilah kita diharuskan memilih, jarang sekali kita bisa mendapatkan dua keindahan sekaligus.
Bukit berbintang

Sabtu, 31 Mei 2014

Naik Kereta Api, Tutt tutt tutt..


Bukan lagu dari judul di atas yang menemani perjalan saya selama di Jepang. Lebih banyak lagu-lagu dari Payung Teduh, White Shoes and The Couple Company ataupun King of Convenience yang bersenandung syahdu dari MP3 player saya saat melintasi rel-rel kereta di sana. Yah, kereta adalah transportasi paling efektif yang bisa digunakan untuk keliling Jepang. Meskipun tidak bisa dibilang paling murah. Tetapi sebagai turis, kita ditawarkan paket transportasi yang cukup hemat di kantong seperti JR Pass ataupun One-day Pass.

Pembelian tiket dilakukan di vending machine! itu yang saya pelajari di hari pertama di Jepang. Dengan minimnya penduduk jepang yang mengerti bahasa inggris, saya tetap berusaha bertanya dengan menunjukkan gambar one-day pass dari sebuah map guide yang saya ambil di bandara Haneda. Sepertinya penjaga pintu stasiun mengerti apa yang saya tanyakan. Ah, bahasa universal, kalau kata Paulo Coelho. Saya ikuti petuntuk dari si penjaga pintu stasiun. Hanya ada satu jalur disana atau lebih tampak seperti lorong. Setelah berjalan sekitar 100m, saya tetap tidak menemukan loket yang kemungkinan menjual tiket alih-alih malah sudah di pinggir jalan besar. Brrr, udara dingin mulai terasa. Oh, inikah udara musim semi itu, benak saya. ya, ini adalah perjalanan pertama saya ke wilayah dengan 4 musim. Di luar pun kami tidak menemukan loket yang kami cari. Ah iya, trip ke Jepang ini saya ditemani kawan saya, Mela. Terpaksa kami harus bertemu dengan pejaga pintu stasiun sebelumnya. Melihat saya kembali, tampak si penjaga loket mengerti. Beberapa detik kemudian, si penjaga pintu stasiun keluar dari biliknya menuntun saya ke vending machine di sebelah biliknya. Aha! ternyata beli tiketnya di vending machine dan yang ditunjuk oleh penjaga pintu stasiun adalah vending machine bukan arah ke loket pejualan tiket. Ingin rasanya tertawa saat itu juga. Dia melihat map guide di tangan saya, memastikan tiket mana yang saya request. Meminta saya memasukkan beberapa yen ke dalam vending machine sesuai dengan permintaan di layar. Dua kartu pun kelur dari vending machine dengan tulisan kanji yang saya tidak mengerti sama sekali. Tapi saya percaya itu adalah one day pass untuk kereta Tokyo Metro dan Toei Subway yang saya request. Pagi itu saya mengerti bahwa pembelian tiket bisa dilakukan di vending machine yang berada di setiap stasiun dan setiap setasiun tidak selalu memiliki loket penjualan tiket.

Kamis, 29 Mei 2014

My First Snowfall


Butiran partikel putih terlihat mulai bertebaran. Saya sendiri belum yakin apakah ini salju atau bukan. Tidak ada orang yang bisa saya tanyai atau sebernya saya cukup malas untuk bangun dari tempat duduk dan bertanya kepada orang-orang di dalam kereta JR Hida Limited Express Nagoya-Takayama ini. Partikel putih ini mulai menghilang digantikan oleh lanskap pegunungan dengan pepohonan berdaun warna putih. Ah entahlah, saya sendiri masih bingung apakah itu daun, serpihan batu kapur atu memang salju yang turun dari semalam. Begitu kereta berhenti, saya sudah bersiap dengan baju musim dingin hasil pinjaman dari Raga. Many thanks to Raga yang telah meminjamkan saya jaket tebal ini dan juga apartemennya selama saya di Kyoto. Ya, saya ke Jepang tidak berharap mendapatkan musim salju, jadi tidak ada persiapan untuk kostum musim dingin. Toh saya ke negeri Sakura ini untuk menikmati keindahan Sakura yang hanya bersemi satu tahun sekali. Begitu keluar gerbong kereta, angin dingin mulai terasa. Tiba tiba satu dua benda asing terasa menempel di pipi. Saya sendiri langsung mecari arah dari benda ini berasal. Mendongak ke atas terlihat ribuan butiran partikel putih melewati celah antara atap kereta dengan langit-langit stasiun. Yeay, ini salju dalam benak saya. Seperti anak kecil ingin lompat-lompat kemudian berlarian mengelilingi stasiun saking senangnya. Yah, tapi itu hanya di benak saya. Malu dong sudah gedhe. Paling yang saya lakukan hanya berputar putar di depan stasiun Takayama untuk menikmati saju ini. Ndeso! Biarin! It's my first experience with snowfall.








Minggu, 16 Februari 2014

Selingan.. pertengahan februari 2014


Sudah lama gak ada update dari blog ini. Meskipun sebenarnya beberapa kali saya pengen "pamer" foto jalan-jalan saya. Hahahaa. Tapi ya sudahlah, buat duduk manis sambil ngutak atik lightroom aja sangat malas apalagi mikir buat bikin satu paragraph cerita.

Setahun terakhir, beberapa kisah perjalan mengalir begitu saja. Setelah mendapat sertifikasi diving, saya pun mulai mengenal dunia bawah laut. Pengalaman pertama melihat wreck dan wow, how big it is. Cuman bisa lihat bagian depannya dengan bagian buritan yang terlalu dalam. Ini lebih kerasa, "tinggi" banget yak saya diving, bukannya "dalem" banget. Pertama kali melihat dua cuttlefish (sotong) sedang berbulan madu, perubahan warna kulitnya menakjubkan. Pertama kali melihat nudibranch dengan warna yang menawan bak kupu-kupu dalam laut. Waktu seakan berjalan lambat mengikuti setiap langkah sang nudibranch.

Another journey was solo traveling. Ini favorit saya. Setiap langkah merupakan kerjasama yang apik antar kaki dan otak. Tidak ada paksaan dalam setiap langkah. Seringkali mendapatkan surprise yang bisa diceritakan beberapa tahun setelahnya. Pengalaman seperti menginap di tempat orang yang baru ketemu di jalan membuat persiapan tidur makin lama karena berpikir akan dijampi-jampi sama si empunya rumah. Berhasil menyusup jadi penumpang gelap kapal express bahari dengan bantuan tukang kopi setempat. Dan mengetahui how local people do itu lebih mudah ketika jalan-jalan sendiri. New story and new knowledge.

Beberapa perjalanan direncanakan bersama sahabat. The journey was heading to seek beautiful places or just enjoying new destination with whole ingredient inside. Seperti pelarian akhir minggu dari riuhnya kota besar bermodalkan tenda untuk menikmati sejuknya udara pegunungan, air terjun dan acara masak memasak yang menyenangkan. Atau bersepeda menelusuri kota tua di suatu pulau bekas markas ekspansi Inggris ke Malaka.

Kalo ngetrip, saya gak begitu terobsesi dengan "point of interest". Misalnya saya gak menyesal saat gak dapat perfect sunrise di Penanjakan Bromo. Saya pun gak terlalu sedih kalau tidak bisa memotret birdview dari KL Tower saat explore Kuala Lumpur. Gagal diving di Derawan juga bukan hal yang perlu disesali, toh kegiatannya lainnya disana masih sangat menyenangkan. Beberapa itinerary bisa saya skip meskipun kadang kala itu menjadi "must visit" dari kawan maupun suatu situs traveling dan tidak begitu menjadi masalah. Kerena perjalanan ini adalah perjalanan saya dan tidak perlu dibandingkan. Every journey always has its own story.

The journey always give new experience, teach something and get new taste. Sometimes the trip was run out of plan but the best thing I can do is live the moment.


Sabtu, 03 Agustus 2013

Indramayu punya Pulau Biawak

Dermaga Pulau Biawak dari atas Mercusuar

Gw baru denger nama Pulau Biawak gak lebih dari setahun yang lalu. Saat itu salah satu temen  gw ngusulin sama ngajakin bikin trip ke pulau ini. Akhirnya di akhir tahun kemarin, gw sama temen temen di @reeyantravelers sepakat pulau ini menjadi wish list trip kami di 2013. Bikin trip kesini ternyata gak mudah, begitu kata trip leader kami untuk ke Pulau biawak ini, @anggaramdhany. Cuaca yang tidak bersahabat dan tidak tersedianya perahu menjadi penyebab beberapa kali penundaan keberangkatan kami kesana. Perahu nelayan menjadi pilihan untuk menyeberang demi meminimalkan budget. Hehehe, biasaa, kami kan gak kaya kaya banget.

Akhir April 2013 kemaren, akhirnya kesampean ke Pulau Biawak. Keputusan beragkat di tanggal 26 April ini sebenernya agak meragukan. Kondisi angin dan ombak di pesisir pantai Indramayu masih belum menentu. Kami selalu memantau kondisi cuaca dari @bmkg dan kabar-kabar lokal. Sampai hari H, data yang kami peroleh sepertinya memberikan signal aman untuk menyeberang ke Biawak. Sebenernya, memang cuaca paling baik ke Pulau ini adalah setelah bulan April.

Jumat malem jam 10 an, kami semua baru kumpul di terminal Kampung Rambutan. Gw termasuk peserta terakhir yang dateng. Hehehe :p. Kami langsung nyari bis jurusan Indramayu/Cirebon/Kuningan. Sasarannya adalah bis yang ngelewatin pertigaan Celeng, Indramayu. Ketemu satu bis ekonomi jurusan Kuningan, kayaknya bis terakhir. Bis ini cukup ngeselin, ngetem sama muter-muter di Pasar Rebo hampir sejam. Sekitar jam 12an bisnya baru melaju masuk tol. Jam 4 an kami sampai di pertigaan Celeng. Setelah itu dijemput sama  mas Andez dari Biawak Scuba Diving.

Nyeberang ke pulau biawak sedikit diluar rencana. Dari itinerary yang sudah ada, harusnya jam 7 pagi kami udah sampai di pemberhentian pertama, Pulau Gosong. Lah, ini malah baru berangkat dari pelabuhan Karangsong. Yahh, mau gimana lagi, berangkat dari jakartanya aja telat. Di Karangsog sendiri sudah ada dua perahu nelayan menunggu. Rombongan kami gak muat satu perahu, karena satu perahu paling hanya untuk maksimal 15 orang. Gak begitu besar memang perahunya, sehingga kalo ombak lagi gedhe, siap siap aja basah kuyup. Hahaha. Setelah empat jam terobang ambing di laut jawa, kami sampai di Pulau Gosong. Tanpa babibu, langsung nyebur, langsung snorkelingan. Hmmm, spot pertama kurang begitu menarik. Pindah ke spot kedua yang cukup menyuguhkan pemandangan hard coral dan beberapa soft coral beserta ikan-ikannya. Alkisah, dulu Pulau Gosong ini sebenernya lebih gedhe dari pada pulau biawak yang 120 ha, tapi sekarang hanya tersisa gundukan pasir yang gak lebih luas dari lapangan bola. Semua pasirnya dikeruk untuk pembangunan sebuah refinery di Indramayu. Gak heran kalau beberapa pulau di Indonesia bisa hilang buat memperluas Singapura.
Pulau Gosong